Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) berkolaborasi dalam mengadakan program webinar yang telah sukses diselenggarakan pada akhir Februari lalu dengan dihadiri oleh lebih dari 500 peserta. Webinar ini mengusung tema utama “Harmonized Intelligent Integration of Stem Cell Research: Development from Basic to Clinical Application” dengan topik mengenai bagaimana pengembangan layanan sel punca di Indonesia dari penelitian dasar hingga nantinya dapat digunakan dalam aplikasi klinis yang tersandar, serta upaya harmonisasi penguatan riset sel punca tersebut dan peran serta lembaga pemerintah sebagai regulator.
BRIN yang diwakili oleh Iman Hidayat, Ph.D menyebutkan bahwa hal yang sedang dan akan dilakukan oleh BRIN adalah membentuk Pusat Kolaborasi Riset (PKR) agar seluruh stakeholder di Indonesia bisa tumbuh dalam konteks riset dan inovasi serta tidak terbatas pada peneliti ASN ataupun perguruan tinggi saja, melainkan non ASN, swasta, dan juga umum untuk memunculkan berbagai inovasi riset. “BRIN menyediakan dana, fasilitas, dan program untuk bisa menumbuhkan capacity building di Indonesia.” ungkap Iman. BRIN juga memiliki pendanaan untuk uji klinis dan praklinis yang dialokasikan sebesar Rp 350 M.
ASPI yang diwakili oleh Dr. dr. Rahyussalim Sp.OT(K) menyambut baik rencana tersebut dan memberi masukan terhadap penyusunan road map penelitian sel punca oleh BRIN. Dr. dr. Rahyussalim Sp.OT(K) memaparkan update perkembangan terbaru mengenai terapi sel punca serta beberapa uji klinis yang sudah selesai dilakukan di Indonesia. “Perkembangan penelitian dan terapi stem cell di Indonesia ini sudah cukup maju dan tidak kalah jika dibandingkan dengan negara luar” tuturnya. Dr. Cynthia Retna Sartika, M.Si., selaku Wakil Ketua ASPI menyampaikan dan memberikan tantangan kepada para peneliti untuk dapat berkolaborasi dalam melakukan penelitian stem cell. “Pelaksanaan uji klinis stem cell di Indonesia kerap menemui banyak tantangan, salah satunya karena penelitian stem cell yang masih dilakukan secara individual” imbuhnya. Beliau juga menerangkan bahwa sel punca merupakan harapan yang sangat menjanjikan untuk masa depan terapi pengobatan di Indonesia.
Program ini juga turut dihadiri oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat Narkotika Psikotropika Prekursor dan Zat Adiktif BPOM RI, Dra. Rr. Maya Gustina Andarini, Apt., M.Sc., dan Kasubdit RS Pendidikan Kementerian Kesehatan RI dr. Else Mutiara Sihotang, SpPK serta sejumlah narasumber lainnya. Kedua lembaga pemerintah tersebut mendukung penuh upaya hilirisasi penelitian sel punca di Indonesia. “Dunia sedang mengembangkan teknologi pengobatan berbasis sel punca sebagai harapan untuk menjawab pengobatan terhadap berbagai penyakit yang diklaim sulit disembuhkan. Badan POM dalam hal ini tentu saja selalu mendukung dan mengawal proses pengembangan serta hilirisasi hasil riset sel punca, kami selalu lakukan pendampingan untuk tetap menjamin mutu khasiat dan keamanannya.” ungkap Dra. Maya Gustina. “Perlu dilakukan penguatan antara kemitraan RS penyelenggara penelitian sel punca dengan BPOM atau stakeholder terkait sehingga industri sel punca ini lebih bisa dikembangkan di Indonesia.” sebut dr. Else sebagai salah satu poin utama pemaparannya.